Saat ini Bangsa Indonesia ramai membicarakan tentang "Redenominasi" terhadap Mata Uang Indonesia, yaitu Rupiah. Kebijakan Pemerintah Indonesia yang akan melaksanakan Redenominasi Rupiah telah mulai disosialisasikan pada hari Rabu, 23 Januari 2013 dimana langkah awal dari kebijakan tersebut adalah "Kick Off Konsultasi Publik". Sebelum kita latah untuk menolak atau mendukung, sebaiknya kita memahami dulu apa itu "Redenominasi", serta perbedaan dengan "Senering".
Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar. Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan sepuluh, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama, sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Selain itu redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi suatu negara dengan negara regional, sementara sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan, sedangkan pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Redenominasi juga biasanya dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali, sedangkan sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, sementara sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama, sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Selain itu redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi suatu negara dengan negara regional, sementara sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan, sedangkan pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Redenominasi juga biasanya dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali, sedangkan sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, sementara sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.
Nah, setelah sedikit gambaran tentang pengertian Redenominasi dan perbedaan dengan Senering. Tentunya langkah Pemerintah Indonesia ini sangatlah bagus, beberapa keuntungan diperoleh sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, yaitu:
Redenominasi merupakan penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar rupiah terhadap barang atau jasa. Langkah ini untuk mengurangi tiga nol dibelakang uang rupiah. Contohnya, uang nominal Rp 50 ribu setelah redenominasi menjadi Rp 50, tanpa menurunkan daya beli masyarakat.
Menkeu menjelaskan, sanering sangat berbeda jauh dengan redenominasi. Pasalnya, sanering memotong nilai uang, di mana harga barang tetap bahkan cenderung meningkat sehingga daya beli masyarakat menurun. Pecahan mata uang tersebut, dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lain. Sehingga nilai rupiah semakin berharga dan dapat disejajarkan dengan nilai mata uang.
"Masih banyak dampak inefisiensi jika redenominasi tidak segera dilakukan. Pertama, proses input data, pengelolaan data base, pelaporan data dan penyimpanan data akan cenderung tidak efisien. Demikian pula dengan pelaksanaan sistem akuntansi dan pelaporan serta penerapan teknologi informasi. Penggunaan digit yang terlalu banyak menimbulkan pemborosan dalam penyajian laporan dan akuntansi serta dalam penggunaan memori pada berbagai perangkat IT," katanya.
Kedua, kata Menkeu uang dengan jumlah digit yang terlalu banyak akan menimbulkan kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi sehingga berpotensi menimbulkan kekeliruan serta memakan waktu lebih lama.
Menkeu menjelaskan, sanering sangat berbeda jauh dengan redenominasi. Pasalnya, sanering memotong nilai uang, di mana harga barang tetap bahkan cenderung meningkat sehingga daya beli masyarakat menurun. Pecahan mata uang tersebut, dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lain. Sehingga nilai rupiah semakin berharga dan dapat disejajarkan dengan nilai mata uang.
"Masih banyak dampak inefisiensi jika redenominasi tidak segera dilakukan. Pertama, proses input data, pengelolaan data base, pelaporan data dan penyimpanan data akan cenderung tidak efisien. Demikian pula dengan pelaksanaan sistem akuntansi dan pelaporan serta penerapan teknologi informasi. Penggunaan digit yang terlalu banyak menimbulkan pemborosan dalam penyajian laporan dan akuntansi serta dalam penggunaan memori pada berbagai perangkat IT," katanya.
Kedua, kata Menkeu uang dengan jumlah digit yang terlalu banyak akan menimbulkan kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi sehingga berpotensi menimbulkan kekeliruan serta memakan waktu lebih lama.
Lebih lanjut, Darmin Nasution selaku Gubernur Bank Indonesia menyatakan:
Pelaksanaan redenominasi mata uang rupiah diperkirakan butuh waktu persiapan selama enam tahun hingga benar-benar kebijakan tersebut diterima masyarakat. Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution mengatakan sebenarnya sudah tidak perlu ada yang dikhawatirkan lagi bagi Indonesia untuk melakukan redenominasi.
"Indonesia telah memenuhi prasyarat (melakukan redenominasi) karena kondisi ekonomi yang stabil dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya dalam Kick Off Konsultasi Publik Redenominasi di Jakarta, Rabu (23/1/2013). Dengan melihat kondisi ekonomi yang stabil, Darmin mengungkapkan persiapan dalam 2-3 tahun ke depan mata uang Rp100 ribu misalnya, akan ada uang dengan gambar yang persis. "Tiga angka nol dibelakangnya akan dibuat agak kabur, namun angka 100nya dibuat tetap menonjol," terang Darmin.
Setelah itu, tahun tahap selanjutnya tinggal angka 100 saja, kemudian disusul dengan perubahan pada gambar dalam mata uangnya. "Terakhir sampai benar-benar rupiah yang baru itu benar-benar lain," ungkap Darmin.
"Indonesia telah memenuhi prasyarat (melakukan redenominasi) karena kondisi ekonomi yang stabil dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya dalam Kick Off Konsultasi Publik Redenominasi di Jakarta, Rabu (23/1/2013). Dengan melihat kondisi ekonomi yang stabil, Darmin mengungkapkan persiapan dalam 2-3 tahun ke depan mata uang Rp100 ribu misalnya, akan ada uang dengan gambar yang persis. "Tiga angka nol dibelakangnya akan dibuat agak kabur, namun angka 100nya dibuat tetap menonjol," terang Darmin.
Setelah itu, tahun tahap selanjutnya tinggal angka 100 saja, kemudian disusul dengan perubahan pada gambar dalam mata uangnya. "Terakhir sampai benar-benar rupiah yang baru itu benar-benar lain," ungkap Darmin.
Dari uraian-urain di atas, jelas langkah Pemerintah Indonesia ingin mewujudkan mata uang kita Rupiah lebih "berharga" dibandingkan dengan mata uang negara lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar