Berdasarkan pemetaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Banten, Pilgub 2017 ini rawan ketidaknetralan birokrasi. Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Banten, Eka Satialaksmana menjelaskan, setidaknya ada tiga potensi kerawanan yang dapat menimbulkan pelanggaran berupa mobilisasi birokrasi oleh kepala daerah.
“Tiga hal tersebut yakni, adanya keberadaan calon gubernur/wakil gubernur dari petahana, adanya calon gubernur/wakil gubernur yang memiliki kekerabatan dengan bupati/walikota, dan adanya bupati/walikota yang berasal dari partai politik yang sama dengan calon gubernur/wakil gubernur,” ungkap Eka, Minggu (12/6).
Menurutnya, kerawanan itu sangat berpotensi membuat para kepala daerah memaksakan kebijakannya untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon atau calon tertentu. Kata Eka, indikasinya sudah tampak kasat mata.
“Informasi tentang sejumlah program atau kegiatan pemerintah provinsi dan beberapa kabupaten/kota yang ditunggangi kepentingan politik orang tertentu yang akan ikut dalam Pemilihan Gubernur, sudah santer terdengar, padahal tahapan pemilihan gubernur masih pada tahapan perencanaan,” tuturnya.
Eka mengakui, pihaknya bahkan sudah mendapat informasi ada pejabat pemda yang nyata-nyata mengajak anak buahnya memenangkan orang tertentu yang namanya sudah santer disebut akan menjadi kandidat dalam pemilihan gubernur nanti. Informasi tersebut, lanjutnya, ditindaklanjuti dengan cara melakukan pengawasan lebih ketat oleh Panwas Kabupaten/Kota berdasarkan pemetaan.
“Pemetaan potensi ini masih tahap awal, sebagai bagian dari early warning (peringatan dini) bagi para kepala daerah dan jajarannya agar tidak menyimpangkan kewenangan dan program pemerintah, apalagi memobilisasi APBD untuk kepentingan pemenangan calon tertentu,” tegas Eka.
Eka juga menegaskan bahwa terdapat sanksi bagi bupati/walikota yang melakukan tindakan atau mengeluarkan keputusan/kebijakan yang menguntungkan ataupun merugikan pasangan calon tertentu. “Sanksi berat bagi petahana yang melanggar ketentuan tersebut adalah pembatalan pencalonan oleh KPU,” tegasnya.
Dilanjutkan, hasil pemetaan Bawaslu Banten akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri PAN-RB Dalam pasal 71, ayat (1), Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 yang telah direvisi beberapa hari lalu.
“Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/POLRI, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Pada ayat 3 ditegaskan pula, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih,” paparnya.
Bawaslu Banten, kata Eka, mengajak semua pihak untuk menegakkan dan mematuhi ketentuan yang berlaku dalam undang-undang yang baru tersebut, agar Pemilihan Gubernur di Banten benar-benar berlangsung dengan berkeadilan.
“Tiga hal tersebut yakni, adanya keberadaan calon gubernur/wakil gubernur dari petahana, adanya calon gubernur/wakil gubernur yang memiliki kekerabatan dengan bupati/walikota, dan adanya bupati/walikota yang berasal dari partai politik yang sama dengan calon gubernur/wakil gubernur,” ungkap Eka, Minggu (12/6).
Menurutnya, kerawanan itu sangat berpotensi membuat para kepala daerah memaksakan kebijakannya untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon atau calon tertentu. Kata Eka, indikasinya sudah tampak kasat mata.
“Informasi tentang sejumlah program atau kegiatan pemerintah provinsi dan beberapa kabupaten/kota yang ditunggangi kepentingan politik orang tertentu yang akan ikut dalam Pemilihan Gubernur, sudah santer terdengar, padahal tahapan pemilihan gubernur masih pada tahapan perencanaan,” tuturnya.
Eka mengakui, pihaknya bahkan sudah mendapat informasi ada pejabat pemda yang nyata-nyata mengajak anak buahnya memenangkan orang tertentu yang namanya sudah santer disebut akan menjadi kandidat dalam pemilihan gubernur nanti. Informasi tersebut, lanjutnya, ditindaklanjuti dengan cara melakukan pengawasan lebih ketat oleh Panwas Kabupaten/Kota berdasarkan pemetaan.
“Pemetaan potensi ini masih tahap awal, sebagai bagian dari early warning (peringatan dini) bagi para kepala daerah dan jajarannya agar tidak menyimpangkan kewenangan dan program pemerintah, apalagi memobilisasi APBD untuk kepentingan pemenangan calon tertentu,” tegas Eka.
Eka juga menegaskan bahwa terdapat sanksi bagi bupati/walikota yang melakukan tindakan atau mengeluarkan keputusan/kebijakan yang menguntungkan ataupun merugikan pasangan calon tertentu. “Sanksi berat bagi petahana yang melanggar ketentuan tersebut adalah pembatalan pencalonan oleh KPU,” tegasnya.
Dilanjutkan, hasil pemetaan Bawaslu Banten akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri PAN-RB Dalam pasal 71, ayat (1), Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 yang telah direvisi beberapa hari lalu.
“Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/POLRI, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Pada ayat 3 ditegaskan pula, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih,” paparnya.
Bawaslu Banten, kata Eka, mengajak semua pihak untuk menegakkan dan mematuhi ketentuan yang berlaku dalam undang-undang yang baru tersebut, agar Pemilihan Gubernur di Banten benar-benar berlangsung dengan berkeadilan.
Sumber: tangselpos.co.id
Foto: tangerangnet.com
Foto: tangerangnet.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar