Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Rapat Asistensi dan Supervisi Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Sub Urusan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat (Trantibum Linmas) yang dilaksanakan selama tiga hari pada 25–27 Maret 2024 di Jakarta.
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari Satpol PP provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia. Agenda ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman pemerintah daerah dalam menerapkan SPM Trantibum secara terstruktur, sistematis, dan sesuai dengan ketentuan regulasi yang berlaku.
Plh. Direktur Pol PP dan Linmas Kemendagri, Edi Samsudin Nasution, SE, M.AP, dalam sambutannya menegaskan bahwa penerapan SPM bukan sekadar memenuhi aspek administratif, melainkan menjadi tolok ukur kualitas pelayanan publik yang langsung dirasakan masyarakat, terutama dalam hal perlindungan terhadap hak-hak dasar warga negara atas rasa aman dan tertib.
“Penerapan SPM Trantibum bukan hanya soal pelaporan, tetapi soal membentuk wajah negara yang hadir untuk melindungi masyarakat. Daerah wajib melaksanakan SPM sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional,” tegas Edi.
Fokus pada 6 Komponen Layanan Dasar Trantibum
Dalam kegiatan asistensi dan supervisi ini, peserta diberikan pendalaman teknis mengenai enam komponen layanan dasar yang menjadi indikator dalam SPM Trantibum, yaitu:
-
Penyediaan informasi potensi gangguan Trantibum Linmas di daerah
-
Pelayanan respon cepat terhadap kejadian gangguan Trantibum
-
Pelaksanaan patroli wilayah rawan pelanggaran Perda/Perkada
-
Penyediaan personel Linmas terlatih di kelurahan/desa
-
Pelayanan koordinasi perlindungan masyarakat saat bencana
-
Penyediaan sarana dan prasarana pendukung operasional Trantibum Linmas
Selain itu, dalam forum juga dibahas strategi penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran berbasis SPM, metode pengumpulan data kinerja layanan, serta pemanfaatan sistem informasi pelaporan elektronik yang terintegrasi dengan Kemendagri.
Sekretaris Satpol PP Provinsi Banten, Massaputro Delly TP., menyampaikan bahwa masih banyak daerah yang belum optimal dalam memenuhi target implementasi SPM Trantibum karena keterbatasan SDM, anggaran, serta pemahaman teknis.
“Melalui asistensi ini, kami harap tidak ada lagi daerah yang menyusun perencanaan SPM secara asal-asalan. Harus berbasis data, berbasis kebutuhan, dan memiliki dampak langsung bagi masyarakat,” ujarnya dalam sesi tanya jawab.
Tantangan di Daerah dan Komitmen Pemerintah
Sejumlah peserta dari daerah turut menyampaikan kendala penerapan SPM di wilayahnya, seperti minimnya anggaran APBD yang dialokasikan untuk urusan Trantibum, lemahnya koordinasi lintas perangkat daerah, hingga ketidakterpaduan antara perencanaan dan realisasi kegiatan lapangan.
Salah satu peserta mengungkapkan bahwa daerahnya masih menghadapi tantangan geografis dan keterbatasan personel, sehingga belum seluruh indikator SPM Trantibum dapat dijalankan secara optimal.
“Kami butuh pendampingan intensif dari pusat, termasuk dalam menyusun Renja dan RKA berbasis SPM. Banyak daerah kecil seperti kami yang belum punya kapasitas teknis penuh,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktorat Polisi Pamong Praja menekankan bahwa penerapan SPM akan menjadi salah satu indikator penting dalam evaluasi kinerja daerah dan integrasi dengan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Pemerintah pusat mendorong agar seluruh kabupaten/kota menyusun roadmap implementasi SPM Trantibum secara realistis dan terukur.
Arah Ke Depan: Sinergi dan Akselerasi Pelayanan Publik
Rapat Asistensi dan Supervisi ini ditutup dengan komitmen bersama seluruh peserta untuk memperkuat sinergi antarinstansi, membangun sistem pelaporan yang transparan, serta mempercepat penerapan layanan dasar Trantibum di seluruh wilayah Indonesia.
Kemendagri menegaskan bahwa SPM bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bagian dari agenda besar reformasi pelayanan publik dan penguatan kehadiran negara di tingkat lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar