Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy. (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy tidak begitu sepakat dengan wacana kembalinya ke UU lama jika pembahasan RUU mandek alias deadlock. Menurutnya, akan ada kegaduhan politik yang terjadi.
"Implikasinya pasti ada polemik, gaduh, banyak pendapat nanti. Macam-macam lah, akan ada kegaduhan politik. Sebuah pesta demokrasi yang paling ideal setiap lima tahunan, tapi kami tak berhasil membuat payungnya," ucap Lukman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017) malam.
"Pasti ada gaduh, ada persepsi masyarakat, ada kegaduhan, ada gugat menggugat, itu implikasinya. Secara ekonomi, bisa dihitung juga, timbulnya ketidakpercayaan masyarakat," tambahnya.
Oleh sebab itu, Lukman meminta pemerintah mempertimbangkan kembali usulan nya. Pansus RUU Pemilu juga mengupayakan semua pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah. Opsi terakhir adalah voting isu krusial.
Baca juga: RUU Pemilu Masih Deadlock, Pemerintah Usulkan Lagi Balik ke UU Lama
"Makanya kemudian semua pihak menyatakan, kita maksimalkan betul musyawarah mufakat, kemudian kalau nggak bisa ya voting," jelasnya.
Jika kembali ke UU Pemilu lama, kata Lukman, akan menimbulkan masalah legitimasi khususnya putusan MK soal Pemilu serentak. Nantinya, soal keserentakan dalam Pemilu akan diatur dalam PKPU.
"Kan waktu Pemilu terbuka lima tahun lalu juga MK. MK memutuskan sebulan menjelang Pemilu, tetap dilaksanakan dengan PKPU," ucapnya.
Baca juga: Ditunda Lagi, Pemerintah-DPR Putuskan Isu Krusial RUU Pemilu Kamis
"Peran pemerintah tak ada lagi di situ, apakah pemerintah mengeluarkan PP nggak ada karena di UU Pemilu lama tak ada amanah pembuatan PP tapi banyak amanah pembuatan PKPU. Begitu kembali ke UU lama, PKPU yang menterjemahkan," sambungnya.
Lukman berharap RUU Pemilu tetap dapat diputuskan. Ia ingin pelaksanaan Pemilu serentak memiliki payung hukum yang jelas.
"Mudah-mudahan semua pihak bisa mempertimbangkan implikasi dari semua sisi, legitimasinya, konstitusionalnya, sosiologi masyarakat menjelang Pemilu 2019. Kan lebih bagus Pemilu 2019 semua rapi dibanding dalam keadaan tidak rapi payung hukumnya," paparnya.
Seperti diketahui, saat ini isu krusial RUU Pemilu belum juga diputuskan. Isu yang hingga kini masih 'jalan buntu' adalah soal presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.
Baca juga: Wiranto: Pemerintah Bukan Ngotot PT 20%, Ini Demi Rakyat
Pemerintah menawarkan tiga opsi apabila tidak juga ada kesepakatan dalam RUU Pemilu. Salah satunya kembali ke UU lama.
"Atau kalau tidak ada kesepakatan dan inginnya musyawarah mufakat, pemerintah punya tiga opsi. Opsi pertama menerima bersama-sama anggota Pansus DPR musyawarah mufakat," ujar Mendagri Tjahjo Kumolo.
Ada pun, isu krusial RUU Pemilu yang belum diambil keputusan adalah:
1. Penataan dapil DPR
2. Sistem Pemilu
3. Metode konversi suara
4. Ambang batas capres (presidential threshold)
5. Ambang batas parlemen (parliamentary threshold)
"Implikasinya pasti ada polemik, gaduh, banyak pendapat nanti. Macam-macam lah, akan ada kegaduhan politik. Sebuah pesta demokrasi yang paling ideal setiap lima tahunan, tapi kami tak berhasil membuat payungnya," ucap Lukman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017) malam.
"Pasti ada gaduh, ada persepsi masyarakat, ada kegaduhan, ada gugat menggugat, itu implikasinya. Secara ekonomi, bisa dihitung juga, timbulnya ketidakpercayaan masyarakat," tambahnya.
Oleh sebab itu, Lukman meminta pemerintah mempertimbangkan kembali usulan nya. Pansus RUU Pemilu juga mengupayakan semua pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah. Opsi terakhir adalah voting isu krusial.
Baca juga: RUU Pemilu Masih Deadlock, Pemerintah Usulkan Lagi Balik ke UU Lama
"Makanya kemudian semua pihak menyatakan, kita maksimalkan betul musyawarah mufakat, kemudian kalau nggak bisa ya voting," jelasnya.
Jika kembali ke UU Pemilu lama, kata Lukman, akan menimbulkan masalah legitimasi khususnya putusan MK soal Pemilu serentak. Nantinya, soal keserentakan dalam Pemilu akan diatur dalam PKPU.
"Kan waktu Pemilu terbuka lima tahun lalu juga MK. MK memutuskan sebulan menjelang Pemilu, tetap dilaksanakan dengan PKPU," ucapnya.
Baca juga: Ditunda Lagi, Pemerintah-DPR Putuskan Isu Krusial RUU Pemilu Kamis
"Peran pemerintah tak ada lagi di situ, apakah pemerintah mengeluarkan PP nggak ada karena di UU Pemilu lama tak ada amanah pembuatan PP tapi banyak amanah pembuatan PKPU. Begitu kembali ke UU lama, PKPU yang menterjemahkan," sambungnya.
Lukman berharap RUU Pemilu tetap dapat diputuskan. Ia ingin pelaksanaan Pemilu serentak memiliki payung hukum yang jelas.
"Mudah-mudahan semua pihak bisa mempertimbangkan implikasi dari semua sisi, legitimasinya, konstitusionalnya, sosiologi masyarakat menjelang Pemilu 2019. Kan lebih bagus Pemilu 2019 semua rapi dibanding dalam keadaan tidak rapi payung hukumnya," paparnya.
Seperti diketahui, saat ini isu krusial RUU Pemilu belum juga diputuskan. Isu yang hingga kini masih 'jalan buntu' adalah soal presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.
Baca juga: Wiranto: Pemerintah Bukan Ngotot PT 20%, Ini Demi Rakyat
Pemerintah menawarkan tiga opsi apabila tidak juga ada kesepakatan dalam RUU Pemilu. Salah satunya kembali ke UU lama.
"Atau kalau tidak ada kesepakatan dan inginnya musyawarah mufakat, pemerintah punya tiga opsi. Opsi pertama menerima bersama-sama anggota Pansus DPR musyawarah mufakat," ujar Mendagri Tjahjo Kumolo.
Ada pun, isu krusial RUU Pemilu yang belum diambil keputusan adalah:
1. Penataan dapil DPR
2. Sistem Pemilu
3. Metode konversi suara
4. Ambang batas capres (presidential threshold)
5. Ambang batas parlemen (parliamentary threshold)
Sumber: news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar