COVID-19: Indonesia Memasuki Kehidupan "The New Normal"



Sepertinya sekarang kita sudah harus menyesuaikan dengan kehidupan berdampingan dengan wabah pandemik COVID-19. Kebijakan pelonggaran atau relaksasi kehidupan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sedikit demi sedikit akan diterapkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, kita harus bersiap diri menerapkan kehidupan normal baru atau disebut dengan "New Normal Life".

Tanda-tanda relaksasi PSBB di tengah wabah sebagaimana dikutip pada akun twitter resmi Presiden RI, Jokowi mengatakan "Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan COVID-19 untuk beberapa waktu ke depan. Sejak awal pemerintah memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, bukan lockdown. Dengan PSBB, masyarakat masih bisa beraktivitas, tetapi dibatasi," pada Kamis (07/05/2020).

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan bahwa pernyataan Presiden tersebut mengartikan bahwa adanya COVID-19 bukan malah menjadikan masyarakat tidak produktif.

“Bahwa COVID-19 itu ada, dan kita terus berusaha agar COVID-19 segera hilang. Tapi, kita tidak boleh menjadi tidak produktif, karena adanya COVID-19, menjadikan adanya penyesuaian dalam kehidupan. Ya, artinya jangan kita menyerah, hidup berdamai itu penyesuaian baru dalam kehidupan. Ke sananya yang disebut The New Normal, Tatanan Kehidupan Baru,” katanya, Jumat (08/05/2020).

Hal senada disampaikan oleh pakar epidemiologi Pandu Riono, pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Pandu berpendapat, selama vaksin dan obat belum ditemukan, persoalan COVID-19 belum tuntas sepenuhnya.

“Kalau pandemi ini mereda, persoalan belum selesai karena virus masih ada,” kata Pandu sebagaiman dilansir Tempo, Jumat (08/05/2020).

Lebih lanjut Pandu menjelaskan bahwa cara untuk berdamai dengan COVID-19 ialah dengan menghindari potensi penularan. Caranya dengan meneruskan kebiasaan hidup selama PSBB berlangsung, yaitu mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker.

Apakah relaksasi dan berdamai dengan COVID-19 demi ekonomi?

Sepertinya iya. Pemerintah sudah merancang pemulihan ekonomi Indonesia secara bertahap yang terdiri dari lima fase/tahap, disebut pula dengan Exit Strategy Pandemi COVID-19. Tahapan tersebut yaitu:
  • Tahap Pertama, 1 Juni 2020, industri dan jasa bisnis ke bisnis (B2B) dapat beroperasi dengan social distancing, memenuhi persyaratan kesehatan dan menjaga jarak; toko, pasar, dan mal belum boleh beroperasi, kecuali toko penjual masker; sektor kesehatan full beroperasi dan kegiatan di luar ruangan hanya diperkenankam untuk berkumpul sebanyak dua orang.
  • Tahap Kedua, 8 Juni 2020, toko, pasar, dan mal diperbolehkan beroperasi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan toko tidak diperkenankan dalam keadaan ramai; kegiatan usaha berkontak fisik belum diperbolehkan dan kegiatan di luar ruangan hanya diperkenankan untuk berkumpul sebanyak dua orang.
  • Tahap Ketiga, 15 Juni 2020, toko, pasar dan mal tetap seperti pada tahap dua, namun kegiatan usaha berkontak fisik mulai diperbolehkan dengan protokol ketat; pembukaan museum dan tiket dijual secara daring; sekolah tatap muka berlaku dengan proses shifting dan kegiatan di luar ruangan mulai diperkenankan.
  • Tahap Keempat, 6 Juli 2020, pembukaan yang dilakukan pada tahap ketiga dievaluasi dan ditambah seperti restoran, kafe, bar, gym, dan sebagainya; kegiatan di luar ruangan diperkenankan lebih dari 10 orang; bisa bepergian ke luar kota dengan pembatasan dan kegiatan keagamaan dibuka dengan pembatasan.
  • Tahap Kelima/Terakhir, 20 Juli dan 27 Juli 2020, dilakukan evaluasi atas tahapan ketiga dan melakukan pembukaan dengan skala besar. Akhir Juli atau awal Agustus, diharapkan seluruh kegiatan sektor perekonomian dibuka dengan tetap menjalani protokol kesehatan dan dilakukan evaluasi secara berkala hingga vaksin ditemukan.
Baca Juga: Kajian Exit Strategy Pandemi COVID-19

Dikutib dari Tirto, pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal I (Q1) 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Nilai ini jauh dari target kuartal I yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6 persen. Itu saja masih dengan catatan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 bisa menyentuh 2,3 persen. Terendah sejak tahun 2001.

Sri Mulyani mengatakan penyebabnya adalah penerapan work from home (WFH) dan physical distancing selama pandemi COVID-19. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi penyebaran Corona dengan konsekuensi aktivitas di luar rumah sejak pekan kedua Maret 2020 berkurang drastis.

Ia pun tak memungkiri kuartal berikutnya akan lebih buruk lagi karena adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “(Pertumbuhan) Q2/2020 kami prediksi akan lebih buruk. Seperti kita lihat Q2 mulai April-Mei 2020 PSBB sudah lebih masif ke berbagai daerah,” ucap Sri Mulyani dalam telekonferensi bersama wartawan, Jumat (8/5/2020).

Untuk itu, dalam rangka mendongkrak pertumbuhan ekonomi agar tidak semakin terpuruk maka relaksasi PSBB dan berdamai dengan COVID-19 menjadi solusinya. Hal ini diikuti dengan berbagai kebijakan yang diambil oleh kementerian terkait.

Menteri Perhubungan Budi Karya telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Salah satu implikasi dari penerbitan SE itu adalah operasional moda transportasi dari darat hingga udara meski ada pembatasan ketat. Tentu saja alasannya hanya untuk masyarakat yang tidak mudik atau mengakomodasi masyarakat yang memiliki kepentingan tertentu. Mudik tetap dilarang. Lalu, bagaimana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memastikan tidak akan pihak-pihak yang mencoba untuk mudik? 

"Kami ingatkan tidak ada mudik. Titik," ujarnya.

"Melalui Surat Edaran Dirjen Perhubungan Darat, Laut, Udara dan Perkeretaapian, Kemenhub fokus melakukan pengendalian transportasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat untuk mendukung dan menindaklanjuti SE Gugus Tugas," demikian penjelasan Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati di Jakarta, Senin (11/5/2020).

Selanjutnya berkaitan dengan sekolah dan pasar, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut rencana pembukaan sekolah, pasar, dan mal pada Juni mendatang masih dalam tahap pembahasan. Menurut dia, hal itu dapat terlaksana apabila jumlah kasus COVID-19 menurun.

"Masih dalam pembahasan awal, kepastiannya sangat tergantung pada apakah COVID-19 segera bisa tanggulangi atau tidak," kata Muhadjir dilansir Liputan6.com, Minggu (10/05/2020).

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan sedang mengkaji pembukaan sekolah di pertengahan Juli 2020. Nantinya, sekolah yang dinyatakan aman dari COVID-19 akan kembali melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah.

"Sedang dikaji pembukaan sekolah pertengahan Juli di daerah yang sudah dinyatakan aman dari COVID-19," kata Plt Dirjen PAUD-Pendidikan Tinggi Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad sebagaimana dikutip dari detik.com, Sabtu (09/05/2020).

Namun perlu diingat, relaksasi atau pelonggaran kebijakan saat masih ada wabah pandemik harus memenuhi prasyarat yang dirilis oleh World Health Organization (WHO) dalam COVID-19 Strategy Update pada 14 April 2020.
  • Pertama, penyebaran SARS-CoV-2 harus sudah dapat dikendalikan. Fasilitas kesehatan juga dapat menangani jumlah kasus positif.
  • Kedua, sistem kesehatan negara tersebut mampu melakukan deteksi, tes, isolasi, merawat setiap kasus, dan pelacakan setiap kontak pasien positif.
  • Ketiga, risiko penularan kasus di tempat rentan atau “hot spot” seperti panti jompo, sudah bisa diminimalisir.
  • Keempat, sekolah, perkantoran sudah menerapkan upaya pencegahan penyebaran COVID-19.
  • Kelima, risiko klaster baru dari kasus-kasus impor sudah dapat diprediksi dan terjamin dapat dikelola sehingga tidak menimbulkan lonjakan kasus baru di kemudian hari.
  • Keenam, masyarakat sudah teredukasi dan terinformasi dengan baik akan bahaya pandemi COVID-19 dan sepenuhnya terjamin oleh jaring pengaman sosial untuk beradaptasi dengan pola hidup “new normal”.

Akhirnya, apapun keputusan Pemerintah memang berat. Satu sisi ingin menekan penyebaran wabah COVID-19 dengan penerapan PSBB, tetapi mengakibatkan kejatuhan ekonomi dan menuju resesi. Sisi lain, dengan relaksasi atau pelonggaran PSBB akan menggerakkan kembali perekonomian masyarakat, ekonomi akan tumbuh, tetapi tetap dibayang-bayangi oleh penyebaran virus.

Ya, kita memasuki kehidupan normal baru, "The New Normal Life". Bekerja, bersekolah, beribadah, dan bermasyarakat dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Wabah pandemi masih menghantui selama vaksinnya belum ditemukan, entah sampai kapan.

2 komentar:

  1. betul lohat psbb yang gak sukses memamg kita hrs bisa hidup dg covid seperti kita hidup dg DBD ,TBC, yang penting jangan lupa daya tahan tubuh dg maakn seaht dan olahraga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaa, new normal dengan peningkatan imun diri, walau BPJS naik ... upsstt!

      Hapus