3 Alasan Masyarakat Adat Baduy Minta Dihapus Sebagai Destinasi Wisata


Melalui surat terbuka, masyarakat suku Baduy meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menghapus kawasan adat Baduy dari daftar destinasi wisata. Mereka juga meminta agar citra satelit pada mesin pencarian google dihapus dan foto-foto mengenai beberapa wilayah adat Baduy. Mereka mulai terusik dengan hilir mudik wisatawan, sebagai gantinya berharap wilayah Baduy ditetapkan menjadi cagar alam dan cagar budaya.

Keputusan ini disampaikan oleh Lembaga Adat Baduy dalam pertemuan di Desa Kenekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Banten (04/07/2020), untuk membahas surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.

Beberapa alasan diungkapkan agar kawasan adat Baduy dihapus sebagai destinasi wisata, yaitu:

1. Terlalu banyak Wisatawan

Masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar sangat welcome terhadap pengunjung atau wisatawan, mereka beranggapan pengunjung adalah tamu yang wajib dijamu. Namun kini, jumlah pengunjung yang semakin banyak seiring makin dikenalnya kawasan adat Baduy, berpengaruh terhadap banyak tatanan dan tuntunan adat yang mulai terkikis dan tergerus akibat persinggungan.


"Ini terjadi karena terlalu banyaknya wisatawan yang datang, ditambah banyak dari mereka yang tidak mengindahkan dan menjaga kelestarian alam, sehingga banyak tatanan dan tuntunan adat yang mulai terkikis dan tergerus oleh persinggungan tersebut," ujar Jaro Saidi, dikutip detik.com (06/07/2020).

Menurut mereka, moderenisasi terasa semakin berat bagi para tokoh adat dalam rangka menanamkan pemahaman konsistensi menjalani proses kehidupan sosial-kultural kepada generasi saat ini. Mereka mengkhawatirkan runtuhnya tatanan nilai adat pada generasi selanjutnya.

2. Masifnya eksploitasi wilayah Baduy di Media Sosial

Ada larangan bagi pengunjung di dalam kawasan adat Baduy, salah satunya adalah tidak boleh memotret atau merekam saat di Baduy Dalam atau larangan memasuki atau mendekati rumah Puun (Kepala Suku).

Larangan ini banyak dilanggar oleh wisatawan. Dibuktikan dengan banyaknya foto-foto mengenai beberapa daerah adat yang terdapat di wilayah Baduy. Ini menjadi salah satu permintaan kepada pemerintah untuk dihapus.

"Ketenangan mereka terusik karena foto-foto kawasan Baduy yang menggambarkan aktivitas sehari-hari mereka sudah tersebar di internet, bahkan orang-orang bisa dengan mudah mencari informasi tentang Baduy di internet," ungkap Jaro Saidi disela pertemuan tersebut, dilansir harianhaluan.com (06/07/2020).

Tatanan adat masyarakat Baduy masih berlaku, tidak mengizinkan siapapun mengambil gambar apalagi mempublikasikan wilayah adat Baduy, khususnya Baduy Dalam.

"Meningkatnya kunjungan wisatawan ke wilayah Baduy menimbulkan dampak negatif, berupa pelanggaran-pelanggaran terhadap tatanan adat yang dilakukan oleh wisatawan dan jaringannya. Diantaranya: tersebarnya foto-foto wilayah adat Baduy, khususnya Baduy Dalam, Kampung Cikeusik, Cikertawarna, dan Cibeo bahkan direkam dan dipublikasikan oleh sebuah lembaga milik asing,” isi petikan surat yang ditandatangani dengan cap jempol oleh Jaro Saidi, Jaro Aja, dan Jaro Madali, dikutip idntimes.com (06/07/2020).

3. Masifnya pencemaran lingkungan

Banyak pedagang dari luar Baduy berdatangan ke dalam kawasan adat Baduy, sebagian besar menjual produk makanan minuman berkemasan plastik sehingga mendatangkan persoalan baru. Timbulnya pencemaran lingkungan di wilayah Baduy semakin mengkhawatirkan, berupa sampah plastik. Sampah plastik itu juga banyak ditemukan berserakan di tengah ajalan, terlebih di wilayah Baduy Luar.

Belum lagi larangan penggunaan sabun dan pasta gigi bila mandi atau kegiatan mencuci di sungai mereka, sepertinya juga tidak di taati.


Diperoleh informasi pula bahwa sejak bulan April 2020, dimana pemerintah genjar isu Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) akibat pandemik virus corona atau COVID-19, masyarakat Baduy tampak menikmati suasana itu. Ketika orang luar tertahan dan tidak bisa masuk ke wilayah Baduy. Artinya, ketidakhadiran pengunjung atau wisatawan malah disyukuri oleh mereka.

Pertanda ini adalah peringatan bagi Pemerintah dan masyarakat luas untuk memperhatikan kelestarian adat Baduy. Ketidakpatuhan pengunjung dalam menjaga dan melestarikan lingkungan sangat mengecewakan masyarakat adat Baduy.

Oleh karena itu, upaya-upaya pembangunan yang dilakukan terhadap masyarakat dan kawasan adat baduy sudah seharusnya tetap memperhatikan kearifan lokal. Untuk itu, berdasarkan permintaan tetua adat, sudah seharusnya Pemerintah dapat memenuhi dengan pertimbangan kearifan lokal tersebut. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Namun, perlu juga diperhatikan faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

Pasal 103 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Desa Adat sebagai badan hukum publik mempunyai kewenangan tertentu berdasarkan hak asal usul, yaitu:
  • pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli atau dengan kata lain pemerintahan berdasarkan struktur dan kelembagaan asli, seperti nagari, huta, marga dan lain-lain;
  • pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;
  • pelestarian nilai sosial dan budaya adat;
  • penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa adat yang selaras dengan hak asasi manusia;
  • penyelenggaraan sidang perdamaian desa adat yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku;
  • pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat desa adat berdasarkan hukum adat; dan
  • pengembangan kehidupan hukum adat.

Bila usulan Lembaga Adat Baduy disetujui oleh Pemerintah, sebagai kawasan cagar budaya atau cagar alam bukan berarti kawasan adat Baduy tertutup rapat bagi pengunjung. Namun, pengunjung atau wisatawan sangat dibatasi dengan status cagar. Beberapa objek cagar budaya atau cagar alam diperlukan izin khusus untuk memasukinya.

Sebelum itu terjadi, apapun keputusan Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, alangkah baiknya seluruh stakeholder dapat memperhatikan kekecewaan tetua adat Baduy. Beberapa langkah awal yang dapat diambil untuk menjawab keinginan Lembaga Adat Baduy, antara lain:
  • Pengaturan Pembatasan Pengunjung. Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Desa dapat menerapkan pembatasan jumlah pengunjung untuk memasuki kawasan adat baduy, khususnya Baduy Dalam. Hal ini untuk membatasi interaksi dan efek negatif lainnya bagi lingkungan dan adat istiadat setempat.
  • Penutupan Sementara Kawasan Adat Baduy. Bahkan, untuk perbaikan dan pelestarian alam dapat saja dilakukan penutupan sementara kawasan Baduy dari orang luar untuk kurun waktu tertentu. Penutupan dapat dilakukan untuk satu tahun, dua tahun, atau lima tahun. Selain untuk pemulihan kondisi alam, juga memberikan kesempatan bagi tetua adat memulihkan tatanan dan tuntunan adat bagi generasi penerus adat Baduy.
  • Penetapan Kawasan Terbuka dan Tertutup. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah destinasi wisata dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar. Untuk itu, dalam pembatasan pengunjung dan bila ada penutupan sementara, dapat dilakukan pembagian dua zona wilayah. Wilayah kawasan adat Baduy di bagi menjadi kawasan terbuka dan kawasan terturup. Kawasan terbuka yaitu kawasan yang dapat dikunjungi oleh wisatawan kapan saja, sedangkan kawasan tertutup seperti kawasan Baduy Dalam, tidak semua wisatawan dapat memasukinya.

Untuk pembatasan pengunjung, sebenarnya sudah diterapkan oleh tetua adat. Selama tiga bulan, masyarakat Baduy melaksanakan ritual Kawalu dengan puasa dan berdoa meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tujuannya agar diberikan kedamaian dan kesejahteraan, juga dijauhkan malapetaka bencana. Tradisi Kawalu dilaksanakan setiap tahun. Bagi masyarakat Baduy Dalam, tradisi itu dinilai sakral berasal dari leluhur sehingga hanya diikuti masyarakatnya. Selama Kawalu, desa akan tampak sepi. Warga lebih banyak memilih tinggal di rumah-rumah. Tradisi Kawalu tidak mempengaruhi kunjungan wisatawan ke permukiman Baduy Luar. Kawasan permukiman Baduy Luar masih boleh dikunjungi wisatawan. Tradisi Kawalu biasanya diselenggarakan pada bulan Februari hingga awal Mei.

Nah, adanya tradisi Kawalu dapat diambil menjadi kebijakan Pemerintah untuk memperluas pembatasan pengunjung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar