Kawasan situ (danau atau embung) merupakan aset penting bagi lingkungan dan masyarakat di Provinsi Banten. Selain berfungsi sebagai sumber air dan penyimpan ekologis, situ juga berpotensi menjadi destinasi wisata yang dapat meningkatkan ekonomi lokal. Namun, pengelolaan kawasan ini tidak lepas dari tantangan ketertiban dan kelestarian lingkungan yang memerlukan pengawasan dan penegakan aturan yang tepat. Dalam hal ini, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Banten memegang peranan krusial melalui berbagai survei dan pemetaan kawasan situ yang mereka lakukan. Peran Satpol PP beralih dari sekadar penertiban menjadi pengawal ketertiban yang mendukung kelestarian ekosistem.
Situ, yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota di Banten, adalah cerminan dari kesehatan lingkungan di wilayah tersebut. Kerusakan atau pencemaran di kawasan ini tidak hanya memengaruhi ketersediaan air bersih, tetapi juga mengancam mata pencaharian dan potensi wisata alam yang seharusnya bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, langkah proaktif Satpol PP untuk memetakan kondisi di lapangan adalah investasi jangka panjang dalam keberlanjutan.
Fungsi dan Manfaat Kawasan Situ: Lebih dari Sekadar Air
Kawasan situ memiliki peran strategis yang multi-dimensional, mencakup aspek ekologi, hidrologi, dan sosial-ekonomi. Memahami fungsi ini sangat penting untuk memberikan bobot pada upaya penertiban yang dilakukan.
1. Peran Ekologis dan Hidrologis
Secara ekologis, situ adalah jantung biru dari lanskap Banten. Situ berfungsi vital dalam:
- Pengendalian Banjir: Situ bertindak sebagai kantong air alami (retarding basin), menampung volume air hujan yang berlebihan, terutama saat musim hujan ekstrem, sehingga mengurangi risiko luapan air di wilayah hilir.
- Penopang Kebutuhan Air Bersih: Situ adalah sumber air baku, menopang kebutuhan air bersih, irigasi pertanian, dan bahkan industri di sekitarnya.
- Habitat Keanekaragaman Hayati: Situ menyediakan habitat penting bagi flora dan fauna endemik, terutama berbagai jenis ikan, burung air, dan tumbuhan rawa yang penting untuk menjaga rantai makanan lokal.
2. Potensi Sosial-Ekonomi
Situ yang terjaga dengan baik dapat menjadi pusat pengembangan ekonomi lokal. Selain menjadi sentra perikanan, situ juga berpotensi menjadi pusat wisata alam (eco-tourism) yang mendukung ekonomi berbasis komunitas. Dengan penataan yang tepat, situ bisa menjadi tempat rekreasi, edukasi lingkungan, hingga spot fotografi yang menarik, mendongkrak pendapatan masyarakat melalui usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.
Namun, pengelolaan situ selama ini menghadapi berbagai kendala, mulai dari peraturan yang belum terimplementasi secara maksimal, aktivitas masyarakat yang belum terkontrol, hingga ancaman pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi Satpol PP untuk melakukan survei dan pemetaan ketertiban umum di kawasan ini guna memetakan potensi serta ancaman yang ada.
Survei Satpol PP di Kawasan Situ: Metodologi dan Tujuan
Satpol PP Provinsi Banten telah melakukan survei ketertiban umum di beberapa situ di wilayah Banten, seperti Situ Cikedal, Situ Gonggong, Situ Ciranjeng, dan Situ Kadu Payung pada tahun 2025. Survei ini bukan sekadar patroli biasa; ini adalah proses pengumpulan data terstruktur.
Tujuan utama survei ini adalah:
- Pemetaan Kondisi Ketertiban: Mengidentifikasi secara spesifik jenis-jenis pelanggaran yang paling dominan di tiap situ.
- Identifikasi Potensi Wisata: Mendokumentasikan area yang berpotensi dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan penataan minimal.
- Pengenalan Ancaman Lingkungan: Memetakan titik-titik rawan pencemaran, seperti saluran pembuangan limbah rumah tangga atau industri, serta lokasi penumpukan sampah liar.
Melalui survei ini, petugas Satpol PP dapat mengumpulkan data lapangan secara langsung, mulai dari kondisi sampah (jenis dan volume), aktivitas masyarakat di kawasan situ (bermotor, berenang, atau memancing ilegal), hingga titik-titik rawan pelanggaran peraturan daerah (Perda) terkait sempadan situ. Hasilnya dijadikan dasar untuk merumuskan langkah-langkah pengawasan dan tindakan penertiban yang lebih terstruktur dan berbasis data.
Tantangan Pengelolaan Lingkungan Perairan di Kawasan Situ
Meskipun fungsi situ sangat penting, Satpol PP menghadapi empat tantangan utama yang saling berkaitan dalam upaya penertiban dan pelestarian.
1. Pelanggaran Ketertiban oleh Masyarakat dan Pihak Lain
Pelanggaran adalah masalah yang paling terlihat. Di kawasan situ Banten, banyak pelanggaran yang sering terjadi:
- Pencemaran Sampah dan Limbah Cair: Pembuangan sampah sembarangan, baik padat (plastik, rumah tangga) maupun cair (limbah domestik atau sisa industri kecil) langsung ke badan situ. Pencemaran ini meningkatkan kadar nutrien (eutrofikasi) yang memicu ledakan populasi gulma air, seperti eceng gondok, yang pada akhirnya mengancam kehidupan di dalam air.
- Aktivitas Ilegal dan Konstruksi Tanpa Izin: Aktivitas perikanan ilegal menggunakan alat tangkap yang merusak, serta pendirian bangunan liar atau warung-warung di zona sempadan situ. Pelanggaran sempadan ini tidak hanya merusak estetika tapi juga mengurangi kapasitas situ dalam menampung air.
- Pelanggaran KTR (Kawasan Tanpa Rokok): Di beberapa situ yang dijadikan area publik, pelanggaran terhadap KTR, sebagaimana diatur dalam PP No. 28 Tahun 2024 dan UU No. 17 Tahun 2023, menjadi tantangan tersendiri bagi Satpol PP dalam menjaga ketertiban kawasan hijau publik.
2. Keterbatasan Sumber Daya Satpol PP
Satpol PP menghadapi keterbatasan yang nyata dalam operasional pengawasan:
- Keterbatasan Personel: Luasnya kawasan situ yang harus diawasi di seluruh Banten (yang letaknya tersebar dan sulit dijangkau) tidak sebanding dengan jumlah personel yang bertugas di lapangan. Pengawasan menjadi sporadis, bukan berkelanjutan.
- Kurangnya Peralatan dan Teknologi: Kurangnya peralatan pengawasan modern seperti drone untuk pemetaan, perahu patroli, atau sistem informasi geografis (GIS) untuk memetakan batas sempadan secara akurat, membatasi efektivitas pengendalian serta penegakan aturan lapangan.
- Pelatihan Khusus: Petugas seringkali kekurangan pelatihan spesifik mengenai penanganan pelanggaran lingkungan perairan dan aspek regulasi lingkungan yang berbeda dengan penertiban umum biasa.
3. Kesadaran Masyarakat yang Masih Rendah
Inti dari masalah lingkungan adalah kesadaran kolektif. Kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya menjaga lingkungan situ masih perlu ditingkatkan.
Fenomena "Tragedi Kepemilikan Bersama" (Tragedy of the Commons) sering terjadi, di mana masyarakat cenderung memaksimalkan keuntungan pribadi (membuang sampah demi kemudahan) tanpa memikirkan kerugian kolektif jangka panjang (situ menjadi dangkal dan tercemar). Tanpa partisipasi aktif masyarakat sebagai subjek pengelolaan, dan bukan hanya objek penertiban, kawasan situ akan sulit berjalan optimal. Program sosialisasi yang ada seringkali bersifat satu arah dan kurang melibatkan aspek partisipatif.
4. Regulasi dan Koordinasi Antar Lembaga
Pengelolaan situ secara administrasi sangat kompleks karena melibatkan koordinasi lintas sektor dan batas wilayah.
- Tumpang Tindih Kewenangan: Situ sering kali berada di perbatasan wilayah Kabupaten/Kota, yang menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara pemerintah daerah, Satpol PP Provinsi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
- Sinkronisasi Regulasi: Masih terdapat tantangan dalam sinkronisasi regulasi dan pembagian peran yang jelas di lapangan, terutama terkait penegakan Perda yang berbeda-beda di tiap wilayah. Satpol PP perlu memiliki payung hukum yang kuat dan spesifik terkait penertiban sempadan perairan.
Peluang Pengelolaan Lingkungan Perairan dengan Pendekatan Terpadu
Survei Satpol PP tidak hanya mengungkap masalah, tetapi juga membuka peluang besar untuk menerapkan pendekatan pengelolaan yang lebih modern dan terpadu di masa depan.
1. Penguatan Fungsi Satpol PP sebagai Pengawal Ketertiban Umum
Survei dan pemetaan kawasan perairan oleh Satpol PP hendaknya terus dilakukan secara berkala dan ditingkatkan kualitasnya.
- Strategi Pengawasan Berbasis Zonasi: Dengan data yang lebih lengkap dan terstruktur dari survei, Satpol PP dapat menerapkan strategi pengawasan berbasis zonasi. Area kritis (misalnya, di hulu situ yang rawan pendirian bangunan) dapat diprioritaskan untuk patroli intensif, sementara area yang relatif aman cukup dilakukan pemantauan berkala.
- Penguatan SOP Penertiban Lingkungan: Perlu dirancang SOP (Standard Operating Procedure) khusus untuk penertiban pelanggaran lingkungan perairan, termasuk prosedur penyitaan alat tangkap ilegal atau pembongkiran bangunan di sempadan.
2. Pemanfaatan Teknologi Pengawasan dan Informasi
Penerapan teknologi adalah kunci untuk mengatasi keterbatasan sumber daya.
- Penggunaan Drone dan GIS: Penerapan teknologi seperti drone untuk pengawasan area situ secara real-time dan pembuatan peta
sempadan menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat meningkatkan efektivitas patroli dan dokumentasi pelanggaran. Teknologi ini memungkinkan identifikasi dini hotspot polusi dan konstruksi ilegal. - Sistem Pengaduan Digital: Mengembangkan sistem pengaduan digital yang terintegrasi untuk masyarakat (misalnya, melalui aplikasi atau chatbot) dapat mempercepat respons penertiban. Masyarakat menjadi mata dan telinga Satpol PP, memperluas jangkauan pengawasan tanpa menambah personel.
3. Peningkatan Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
Penguatan program edukasi lingkungan dan kerja sama dengan komunitas lokal sangat penting untuk menumbuhkan rasa kepemilikan.
- Program Edukasi Berbasis Komunitas: Melibatkan pelajar dan komunitas Pecinta Alam dalam program pembersihan dan penanaman pohon di sekitar situ.
- Pembentukan Pokdarwis dan Kelompok Pengawas Mandiri: Melibatkan masyarakat sekitar melalui pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau kelompok pengawas mandiri. Ini menjadikan masyarakat sebagai pengawas dan pelaku pengelolaan, sekaligus menciptakan rasa memiliki terhadap kawasan situ.
4. Kolaborasi Multi-Stakeholder dan Pendanaan Kreatif
Pendekatan kolaboratif antar instansi pemerintah, swasta, dan komunitas lingkungan akan memperluas sumber daya dan kapasitas pengelolaan.
- Sinergi Lintas Sektor: Memperkuat sinergi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk pengujian kualitas air, Dinas PUPR untuk penataan sempadan, dan Dinas Pariwisata untuk pengembangan potensi wisata.
- Program CSR dan Kemitraan: Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan sponsorship dari perusahaan swasta di Banten dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pemeliharaan, penyediaan tempat sampah terpilah, dan pembangunan infrastruktur dasar wisata lingkungan.
5. Pengembangan Wisata Berbasis Lingkungan (Eco-Tourism)
Dengan menjaga kelestarian situ, pengembangan wisata alam berbasis lingkungan dapat dijadikan sumber pendapatan alternatif bagi penduduk sekitar.
- Konsep Wisata Minim Dampak: Fokus pada low-impact eco-tourism seperti bird watching, canoeing tanpa mesin, dan jalur edukasi (educational trails) tentang ekosistem perairan.
- Peningkatan Kesejahteraan: Pendapatan dari pengelolaan wisata, seperti retribusi masuk atau usaha kuliner lokal, akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mendorong konservasi alam jangka panjang karena masyarakat memiliki insentif ekonomi untuk menjaga kebersihan dan kelestarian situ.
Studi Kasus: Keberhasilan Survei Satpol PP di Situ Cikedal dan Situ Gonggong
Survei yang dilakukan di Situ Cikedal dan Situ Gonggong memberikan bukti konkret tentang potensi dan tantangan di lapangan. Tim Satpol PP mencatat adanya potensi wisata air dan ruang terbuka hijau yang dapat menjadi andalan pariwisata Banten. Misalnya, Situ Gonggong dikenal dengan keindahan vegetasi pinggirannya, sementara Situ Cikedal memiliki akses yang relatif mudah.
Namun, tim juga mencatat adanya permasalahan serius, terutama di pinggiran situ, seperti tingginya volume sampah dan aktivitas pendirian warung/bangunan tidak terkontrol yang perlu penertiban serius.
Dari hasil survei, Satpol PP bersama Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata, dan mitra terkait (seperti yang dicatat dalam referensi "Survei Satpol PP Provinsi Banten di Situ Cikedal, Situ Gonggong, dan Situ Ciranjeng, Massaputro Delly TP") merancang program kerja terpadu:
- Penertiban dan Penandaan Batas: Penertiban bangunan liar disertai pemasangan papan informasi KTR dan penanda batas sempadan situ yang jelas.
- Kampanye dan Edukasi: Kampanye kebersihan dan pengelolaan sampah, dengan pendekatan partisipatif melibatkan pelajar dan komunitas pecinta alam.
- Pengembangan Infrastruktur Dasar: Membangun titik pembuangan sampah terpilah dan toilet umum yang ramah lingkungan.
Pendekatan partisipatif dan terpadu ini diharapkan dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan dan mencegah berulangnya pelanggaran setelah penertiban dilakukan.
Kesimpulan
Pengelolaan lingkungan perairan kawasan situ di Banten merupakan tugas yang kompleks namun dapat dikelola secara efektif dengan dukungan survei ketertiban yang sistematis dan berkelanjutan oleh Satpol PP.
Tantangan utama yang dihadapi—mulai dari pelanggaran ketertiban, keterbatasan sumber daya, rendahnya kesadaran masyarakat, hingga koordinasi antar lembaga—membutuhkan solusi yang inovatif dan kolaboratif.
Namun, berbagai peluang strategis dapat dimanfaatkan: penguatan fungsi Satpol PP melalui teknologi pengawasan modern (seperti drone), peningkatan edukasi dan pembentukan komunitas pengawas mandiri, serta kolaborasi multi-stakeholder. Yang paling menjanjikan, pengembangan wisata lingkungan yang terkelola baik dapat dijadikan sumber pendapatan alternatif yang secara inheren mendorong konservasi alam jangka panjang.
Dengan komitmen bersama, dukungan regulasi yang kuat, dan pendekatan terpadu yang melibatkan pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, kawasan situ di Banten tidak hanya akan menjadi aset lingkungan yang lestari tetapi juga sumber kesejahteraan dan kebanggaan bagi seluruh masyarakat Banten.
Referensi
- Hardin, G. (1968). The Tragedy of the Commons. Science, 162(3859), 1243-1248.
- Kementerian Dalam Negeri RI. (2023). Pedoman Penegakan Peraturan Daerah di Kawasan Konservasi dan Perairan Umum.
- Puspita, R., & Gunawan, H. (2024). Strategi Konservasi Danau dan Embung di Indonesia sebagai Infrastruktur Hijau. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Air, 10(2), 55-70.
- Survei Satpol PP Provinsi Banten di Situ Cikedal, Situ Gonggong, dan Situ Ciranjeng, Massaputro Delly TP.
- Susanto, A., & Budi, S. (2022). Peran Pokdarwis dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Situ: Studi Kasus Banten. Jurnal Pariwisata dan Lingkungan, 5(3), 112-125.
- Pentingnya Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Menurut PP No. 28 Tahun 2024 dan UU No. 17 Tahun 2023 Serta Peran Satpol PP, Massaputro Delly TP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar