Komite I Dewan Perwakilan Daerah mengonsolidasikan 101 kepala/wakil kepala daerah yang mengusulkan 172 daerah otonom baru dengan mendesak pencabutan moratorium DOB. Mereka juga meminta pemerintah selesaikan dua rancangan peraturan pemerintah terkait pembentukan DOB.
Saat konsolidasi kepala/wakil kepala daerah di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10), yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dilakukan juga penandatanganan nota kesepakatan antara Komite I DPD dan para kepala/wakil kepala daerah yang mengusulkan DOB. Contoh DOB di antaranya kabupaten Krayan, Sebatik, dan Kabudaya yang sekarang masih jadi bagian dari Nunukan di Kalimantan Utara. Kabupaten lainnya yang diusulkan adalah Talaud Selatan dari daerah induknya Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
”Kami mendesak pemerintah dan DPR segera memproses dan menetapkan 172 DOB tersebut tahun depan,” kata Ketua Komite I DPD Akhmad Muqowam.
Menurut dia, dua rancangan peraturan pemerintah yang diminta untuk segera dituntaskan adalah RPP Desain Besar Penataan Daerah dan RPP Penataan Daerah. Kedua RPP itu merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
”UU memerintahkan peraturan pelaksana harus selesai dua tahun setelah UU disahkan. Itu artinya, saat ini harusnya RPP sudah selesai, tetapi kenyataannya masih belum. Kami mendesak pemerintah segera menyelesaikan agar pemekaran bisa dilakukan,” ujar Muqowam.
Pemekaran, tambah Muqowam, penting untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada publik. Pemekaran diyakini juga akan membuka ruang inovasi dan kreasi daerah membangun daerah. Melalui pemekaran akan terjadi percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah diminta tidak melanjutkan kebijakan moratorium. Pemekaran harus dilakukan untuk daerah-daerah di perbatasan Indonesia dengan negara lain, daerah-daerah terisolasi, dan daerah termiskin.
Muqowam juga mengkritik alasan pemerintah yang selama ini mengaitkan kebijakan moratorium dengan ketiadaan anggaran. Alasan tersebut dinilainya tak masuk akal. Pasalnya, kebutuhan anggaran untuk DOB diakui tidak besar. Jika diasumsikan tiap daerah butuh dana Rp 200 miliar, berarti total untuk 172 daerah hanya butuh Rp 34,4 triliun. Sementara total APBN mencapai Rp 2.000 triliun. Apalagi sekalipun DOB disetujui, pembentukannya harus lewat daerah persiapan selama tiga tahun. ”Itu berarti kebutuhan dana untuk DOB baru muncul tiga tahun lagi,” ujarnya.
Wakil Ketua Komite I DPD Benny Rhamdani menambahkan, 172 daerah yang diusulkan untuk dimekarkan, selain hasil dari DPD menyerap aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat, juga pengecekan ke daerah yang diusulkan untuk dimekarkan, serta hasil kajian analisis persyaratan jadi DOB. ”Jadi, sebanyak 172 daerah itu sudah layak untuk dimekarkan,” kata Benny.
Kesiapan Pemda Sulit
Namun, menurut Tjahjo, hingga saat ini, penyelesaian kedua RPP dan pembentukan DOB masih ditunda karena momentumnya belum tepat. Hal ini karena kondisi ekonomi makro dan terbatasnya ruang fiskal. Ditambah lagi keuangan pemda yang ikut dipotong sehingga akan menyulitkan pemda siapkan pembentukan DOB. Pemerintah diakui masih fokus pada evaluasi perkembangan DOB yang dibentuk selama 2007-2014 dengan adanya 75 DOB.
Terkait proses penyelesaian kedua RPP, Tjahjo mengatakan saat ini mencapai 95 persen. RPP tentang Penataan Daerah sudah selesai diharmonisasi Kementerian Hukum dan HAM sehingga tinggal ditetapkan jadi peraturan. Adapun RPP Desain Besar Penataan Daerah, estimasi jumlah DOB 2016-2025 masih harus dibahas di internal pemerintah melalui forum Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang diketuai Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai keputusan pemerintah menunda moratorium sudah tepat.
”Kalaupun kondisi anggaran negara membaik, evaluasi dan pembenahan DOB yang gagal berkembang sudah dilakukan, hendaknya pemekaran sangat selektif. Daerah-daerah seperti daerah perbatasan, kepulauan, dan pedalaman harus jadi prioritas,” ujarnya.
Saat konsolidasi kepala/wakil kepala daerah di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10), yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dilakukan juga penandatanganan nota kesepakatan antara Komite I DPD dan para kepala/wakil kepala daerah yang mengusulkan DOB. Contoh DOB di antaranya kabupaten Krayan, Sebatik, dan Kabudaya yang sekarang masih jadi bagian dari Nunukan di Kalimantan Utara. Kabupaten lainnya yang diusulkan adalah Talaud Selatan dari daerah induknya Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
”Kami mendesak pemerintah dan DPR segera memproses dan menetapkan 172 DOB tersebut tahun depan,” kata Ketua Komite I DPD Akhmad Muqowam.
Menurut dia, dua rancangan peraturan pemerintah yang diminta untuk segera dituntaskan adalah RPP Desain Besar Penataan Daerah dan RPP Penataan Daerah. Kedua RPP itu merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
”UU memerintahkan peraturan pelaksana harus selesai dua tahun setelah UU disahkan. Itu artinya, saat ini harusnya RPP sudah selesai, tetapi kenyataannya masih belum. Kami mendesak pemerintah segera menyelesaikan agar pemekaran bisa dilakukan,” ujar Muqowam.
Pemekaran, tambah Muqowam, penting untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada publik. Pemekaran diyakini juga akan membuka ruang inovasi dan kreasi daerah membangun daerah. Melalui pemekaran akan terjadi percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah diminta tidak melanjutkan kebijakan moratorium. Pemekaran harus dilakukan untuk daerah-daerah di perbatasan Indonesia dengan negara lain, daerah-daerah terisolasi, dan daerah termiskin.
Muqowam juga mengkritik alasan pemerintah yang selama ini mengaitkan kebijakan moratorium dengan ketiadaan anggaran. Alasan tersebut dinilainya tak masuk akal. Pasalnya, kebutuhan anggaran untuk DOB diakui tidak besar. Jika diasumsikan tiap daerah butuh dana Rp 200 miliar, berarti total untuk 172 daerah hanya butuh Rp 34,4 triliun. Sementara total APBN mencapai Rp 2.000 triliun. Apalagi sekalipun DOB disetujui, pembentukannya harus lewat daerah persiapan selama tiga tahun. ”Itu berarti kebutuhan dana untuk DOB baru muncul tiga tahun lagi,” ujarnya.
Wakil Ketua Komite I DPD Benny Rhamdani menambahkan, 172 daerah yang diusulkan untuk dimekarkan, selain hasil dari DPD menyerap aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat, juga pengecekan ke daerah yang diusulkan untuk dimekarkan, serta hasil kajian analisis persyaratan jadi DOB. ”Jadi, sebanyak 172 daerah itu sudah layak untuk dimekarkan,” kata Benny.
Kesiapan Pemda Sulit
Namun, menurut Tjahjo, hingga saat ini, penyelesaian kedua RPP dan pembentukan DOB masih ditunda karena momentumnya belum tepat. Hal ini karena kondisi ekonomi makro dan terbatasnya ruang fiskal. Ditambah lagi keuangan pemda yang ikut dipotong sehingga akan menyulitkan pemda siapkan pembentukan DOB. Pemerintah diakui masih fokus pada evaluasi perkembangan DOB yang dibentuk selama 2007-2014 dengan adanya 75 DOB.
Terkait proses penyelesaian kedua RPP, Tjahjo mengatakan saat ini mencapai 95 persen. RPP tentang Penataan Daerah sudah selesai diharmonisasi Kementerian Hukum dan HAM sehingga tinggal ditetapkan jadi peraturan. Adapun RPP Desain Besar Penataan Daerah, estimasi jumlah DOB 2016-2025 masih harus dibahas di internal pemerintah melalui forum Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang diketuai Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai keputusan pemerintah menunda moratorium sudah tepat.
”Kalaupun kondisi anggaran negara membaik, evaluasi dan pembenahan DOB yang gagal berkembang sudah dilakukan, hendaknya pemekaran sangat selektif. Daerah-daerah seperti daerah perbatasan, kepulauan, dan pedalaman harus jadi prioritas,” ujarnya.
Isi Pernyataan Politik DPD RI Bersama Gubernur, Bupati, Dan Walikota Tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru
Sebagaimana disampaikan di atas, dalam acara ini disampaikan pernyataan politik untuk mendesak Pemerintah merealisasikan pembentukan DOB, isi pernyataan politik tersebut yaitu:
- Mendukung pelaksanaan desentralisasi yang dilakukan melalui Penataan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentag Pemerintahan Daerah;
- Mendesak Pemerintah untuk melaksanakan Penataan Daerah, utamanya pemekaran daerah sebagai wujud dari komitmen dan realisasi Nawacita Ketiga "membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan';
- Mendesak Pemerintah segera menerbitka Peraturan Pemerintah tentang Penataan Daerah dan Peraturan Pemerintah tentang Desain Besar Penataan Daerah;
- Mendesak Pemerintah untuk segera mengakomodasi seluruh usulan Daerah Otonom Baru (DOB) baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota (sebagaimana terlampir) dan melaksanakannya pada tahun 2017.
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, DPD RI telah berbagai kesempatan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Pemerintah untuk terus mendesak realisasi pembentukan Daerah Otonom Baru, berikut rangkuman kesimpulan hasil Rapat Dengan Pendapat DPD RI bersama Pemerintah :
Sumber: kompas.com dan berbagai sumber lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar