Hari ini (25/05/2020) di media sosial dan pemberitaan daring viral sebuah video seseorang warga membongkar barikade jalan di Jalan A Yani Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Video direkam pada kejadian hari Minggu (24/05/2020) sekitar pukul 10.00 WIB.
Dalam video tersebut terlihat pria menggunakan peci dengan kemeja dan celana berwarna gelap tengah menggerutu dan membongkar barikade jalan seorang diri dengan cara mendorong-dorong barikade tersebut ke pinggir jalan. Aksi ini dilihat dan dibiarkan saja oleh personel polisi, walau beberapa personil polisi memasang kembali barikade yang telah dibongkar.
"Hari raya Idul Fitri hari kebebasan, hari kemenangan, ora carane kaya ngene (bukan begini caranya). Iki jenenge (ini namanya) kelakuan iblis, kelakuan setan," gerutu pria tersebut.
Sebagaimana di kutip detik.com, sesuai keterangan dari pihak kepolisian setempat, diduga pria yang bekerja sebagai penjahit mengalami depresi akibat ditutupnya Jalan A Yani, mengakibatkan usahanya yang berada di pinggir jalan kompleks pasar induk Wonosobo sepi.
Dalam video tersebut terlihat pria menggunakan peci dengan kemeja dan celana berwarna gelap tengah menggerutu dan membongkar barikade jalan seorang diri dengan cara mendorong-dorong barikade tersebut ke pinggir jalan. Aksi ini dilihat dan dibiarkan saja oleh personel polisi, walau beberapa personil polisi memasang kembali barikade yang telah dibongkar.
"Hari raya Idul Fitri hari kebebasan, hari kemenangan, ora carane kaya ngene (bukan begini caranya). Iki jenenge (ini namanya) kelakuan iblis, kelakuan setan," gerutu pria tersebut.
Sebagaimana di kutip detik.com, sesuai keterangan dari pihak kepolisian setempat, diduga pria yang bekerja sebagai penjahit mengalami depresi akibat ditutupnya Jalan A Yani, mengakibatkan usahanya yang berada di pinggir jalan kompleks pasar induk Wonosobo sepi.
Tidak hanya pria di Wonosobo, telah banyak viral video atau foto bagaimana warga melakukan aksi protes atau mengabaikan protokol kesehatan selama pandemi virus corona atau COVID-19 yang tengah melanda Indonesia dan dunia ini. Seperti terjadinya kerumunan orang di pusat perbelanjaan menjelang lebaran, masyarakat berdesak-desakan seolan-olah kebal dengan virus, bahkan sebagian tanpa menggunakan masker.
Baca Juga: Pemerintah: Tidak Ada Pelonggaran PSBB
Apakah ini menandakan kejenuhan masyarakat atas kondisi yang ada?
Wabah sudah melanda dunia di akhir tahun 2019 dan mulai memasuki Indonesia pada bulan Februari - Maret 2020. Sejak bulan Maret 2020 Pemerintah telah mengkampanyekan warga Indonesia untuk tetap di rumah saja. Kebijakan seperti penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB mengharuskan orang untuk bekerja dan bersekolah di rumah. Instansi pendidikan ditutup dan perkantoran pun ditutup terbatas. Penerapan work from home (WFH) dan learning from home (LFH) sudah menjadi kegiatan sehari-hari selama hampir 3 bulan ini.
Tentu saja kejenuhan melanda warga dunia, termasuk masyarakat +62. Dilarangnya budaya mudik yang telah menjadi kegiatan turun temurun menjelang Idul Fitri menambah kegundahan. Di satu sisi banyaknya kehilangan pekerjaan alias PHK akibat lesunya ekonomi dan penurunan pendapatan hampir seluruh elemen atau sektor ekonomi menambah beban hidup di masa pandemi.
Apakah kejenuhan mengalahkan rasionalitas?
Secara etimologi, rasionalitas ini berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni “rasio” yang memiliki arti kemampuan kognitif untuk dapat memilah antara yang benar serta juga salah dari yang ada dan dalam kenyataan.
Jadi, rasionalitas merupakan suatu pola pikir dimana seseorang itu bersikap serta juga bertindak sesuai dengan logika dan juga nalar manusia. Rasionalitas merupakan suatu konsep yang memiliki sifat normatif yang mengarah kepada keselarasan antara keyakinan seseorang dengan alasan orang tersebut untuk dapat yakin, atau juga tindakan seseorang dengan alasannya untuk melakukan hal atau tindakan tersebut.
Tindakan pria di Wonosobo dengan membongkar barikade jalan dihadapan banyak personel polisi apakah ini tindakan rasional? Tentu tidak! Sudah menjadi salah satu tugas kepolisian tentunya menutup jalan dengan pertimbangan tertentu dan yang berhak membuka adalah pihak kepolisian itu sendiri.
Tindakan sebagian warga berdesak-desakan di pusat perbelanjaan tanpa mengindahkan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker, social distancing dan physical distancing, di tengah-tengah pandemi COVID-19 apakah tindakan rasional? Tentu tidak! Ini akan menambah penyebaran virus semakin tidak terkendali.
Lihat saja, bila bisa disebut dengan aksi protes, tagar #IndonesiaTerserah menjadi trending beberapa waktu lalu. Viralnya tagar ini yang dikumandangkan oleh para tenaga medis Indonesia tidak lepas dari ketidakpatuhan atau tidak disiplinnya masyarakat Indonesia dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Namun, begitu dilaporkan ada seorang kasir di mall kota Medan dinyatakan meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Murni Teguh Medan dengan status positif COVID-19, warga pun panik.
Sabar dan tetap rasional
Bijaklah ditengah pandemi saat ini, entah kapan berakhir belum diketahui pasti. Selama vaksin anti virus corona belum ditemukan, selama itu juga harus tetap bertindak rasional dengan menaati dan disiplin menerapkan protokol kesehatan, tetap melaksanakan social distancing dan physical distancing, tetap menggunakan masker, dan tetap di rumah saja bila tidak ada kebutuhan mendesak.
Pemerintah tengah mengaji kebijakan untuk sedikit demi sedikit melonggarkan penerapan PSBB. Hal ini dimaksud agar perekonomian masyarakat berjalan terus, jangan sampai pembatasan sosial mengakibatkan kejatuhan ekonomi yang malah makin menyengsarakan masyarakat sendiri. Saat ini saja angka kemiskinan dan pengangguran sudah melonjak tajam, tidak hanya di Indonesia, seluruh negara pun mengalaminya. Ya, saat ini dunia terancam resesi ekonomi akibat pandemi.
Sabar adalah kunci untuk tetap bertindak rasional. Ketidaksabaran dan bertindak seolah-olah tidak ada penyebaran virus akan menambah jumlah masyrakat terjangkit virus. Lihat saja beberapa hari belakangan ini. Warga positif meningkat tajam, trennya mengalahkan catatan angka-angka sebelumnya. Tanggal 21 Mei tercatat 973 kasus positif sedangkan tanggal 23 Mei terkonfirmasi 949 kasus. Ini mejadi data terkonfirmasi tertinggi selama pandemi di Indonesia. Diakui, tingginya data ini karena masifnya dilakukan tes cepat (rapid test) dan swap terhadap masyarakat di seluruh Indonesia.
Sumber grafik: covid19.go.id
Nah, agar ekonomi tetap tumbuh, masyarakat mendapatkan penghasilan kembali, dan peluang-peluang usaha tetap ada, warga +62 sudah harus dapat menyesuaikan "The New Normal". Normal baru ini adalah bagaimana kita sudah menerapkan pola kehidupan baru dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan tetap beraktivitas seperti biasa.
Ingat setelah kasus 9/11 di Amerika Serikat? Aksi terorisme dengan menabrakkan pesawat ke gedung WTC dan mengakibatkan dua gedung kembar tersebut roboh. Menciptakan protokol baru dalam dunia penerbangan dunia. Bila sebelumnya kita akan naik pesawat cukup di cek tiket dan bagasi serta barang-barang berbahaya ala kadarnya, saat ini kita harus membuka gesper ikat pinggang, sepatu, jaket, jam, hingga telepon genggam. Saat ini, protokol tersebut sudah hal biasa.
Pemerintah tentu sudah mengkaji penerapan New Normal di tengah pandemi. Mari kita bersabar dengan tetap berpikir rasional. Tetap jaga jarak dan menggunakan masker!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar