PERPPU 2/2020 vs. COVID-19: Optimisme Di Tengah Ketidakpastian


Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O14 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, untuk memberikan kepastian hukum di tengah-tengah pandemik viris corona atas ditundanya pelaksanaan pemilihan kepada daerah (pilkada).

Awalnya, pemungutan suara pilkada serentah tahun 2020 akan digelar pada September 2020. Namun situasi pandemik virus corona (COVID-19) membuat pelaksanaannya harus ditunda. KPU RI telah menerbitkan Keputusan KPU RI Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19. Keputusan KPU ini diterbitkan 21 Maret 2020.

Ada 4 (empat) tahapan yang ditunda, yaitu pelantikan panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.


Berdasarkan kesimpulan Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum RI, Badan Pengawas Pemilihan Umum RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum RI pada hari Senin, 30 Maret 2020, ada 3 (tiga) opsi untuk dilakukannya penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020.

Opsi penundaan tahapan pilkada tersebut yaitu, opsi A, dengan penetapan hari pemungutan suara tanggal 9 Desember 2020 atau penundaan tiga bulan, opsi B tanggal 17 Maret 2021 untuk penundaan enam bulan, dan opsi C tanggal 29 September 2021 untuk penundaan setahun.

Pasal 201A ayat (2) PERPPU Nomor 2 Tahun 2020 menyebutkan bahwa pemungutan suara serentak yang ditunda dilaksanakan pada bulan Desember 2020. Artinya Pemerintah telah memutuskan memilih opsi A bahwa pelaksanaan pilkada serentak tetap dilaksanakan pada tahun 2020 dan pemungutan suara dilakukan tanggal 9 Desember 2020.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, mengatakan sebelumnya bahwa tahapan pilkada serentak dapat dimulai pada bulan Juni 2020 bila pemungutan suara ditetapkan tanggal 9 Desember 2020 (01/05/2020). Namun, Arief menandaskan bahwa tahapan pilkada serentak dapat dimulai bila Pemerintah mencabut status keadaan darurat COVID-19. Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan masa keadaan darurat hingga 29 Mei 2020.

Pemerintah menetapkan status bencana Covid-19 menjadi 91 hari hingga 29 Mei 2020, berdasarkan Keputusan Kepala Badan Nasional dan Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 13 A tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.

Pemerintah optimis bahwa virus corona akan mereda pada bulan Mei dan berakhir pada Juni 2020, maka opsi pilkada serentak dilaksanakan pada Desember 2020.

Namun, info terbaru dari hasil penelitian para ilmuwan dari Singapore University of Technology and Design (SUTD) memprediksikan akhir dari virus ini di Indonesia pada 1 September 2020 untuk seluruh kasus atau 100% akan habis. Awalnya dirilis prediksi di Indonesia diperkirakan selesai 99 persen pada akhir Juni, tetapi berdasarkan data-data terbaru prediksi ini mundur beberapa bulan. Hal ini juga di dukung informasi dari situs worldometers yang memperlihatkan tren penyebaran virus corona di dunia dan negara-negara terjangkit hari per hari.

Ketidakpastian muncul, kapan berakhirnya wabah pandemik virus corona di Indonesia?

Pasal 201A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 mengatur fleksibilitas pelaksanaan pilkada serentak karena tidak ada yang dapat memastikan wabah virus ini berakhir. Dalam ayat ini disebutkan bahwa dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.

Mekanisme Pasal 122A yaitu melalui Keputusan KPU RI atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR RI. Tidak diperlukan PERPPU kembali. Ini mempertegas kewenangan KPU dalam menunda maupun melanjutkan Pilkada.

"Sebelumnya, tidak diatur dengan jelas siapa yang berwenang untuk menunda Pilkada jika gangguan bersifat nasional," kata Pramono Komisioner KPU, Selasa (5/5/2020).

Berlanjutnya tahapan pilkada pada tahun 2020 membuat konsentrasi Pemerintah terpecah, yaitu penanggulangan bencana non alam virus corona dan pelaksanaan pilkada serentak, pun Pemerintah Daerah. Apalagi bagi kepala daerah yang akan mencalonkan kembali dalam ajang pilkada serentak tahun 2020. Tentu, hal ini berkaitan dengan pengalokasian sumber daya yang ada, baik pendanaan pilkada itu sendiri maupun penyiapan personil pendukung pelaksanaan pilkada.


Memang buah simalakama, bila pilkada serentak dilaksanakan pada tahun 2021 akan banyak terjadi kekosongan jabatan kepala daerah karena berakhirnya masa jabatan. Selain itu, berkurang pula masa jabatan kepala daerah terpilih karena harus berakhir pada tahun 2024 mengikuti agenda penerapan pilkada serentak secara nasional tahun 2024.

Contoh untuk wilayah Banten, bila opsi B yaitu pemungutan suara dilakukan pada 17 Maret 2021 maka terjadi kekosongan jabatan Kepala Daerah di Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kabupaten Pandeglang, dimungkinkan pula untuk Kota Tangerang Selatan bila proses penetapan hasil pilkada dan pembuatan keputusan peresmian hasil pilkada membutuhkan waktu lebih lama, kurun waktu kekosongan 1 s.d 3 bulan. Bila opsi C pilkada 29 September 2021 maka terjadi kekosongan jabatan Kepala Daerah di 4 (empat) daerah tersebut dengan kurun waktu 7 s.d 9 bulan dan tersisa masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan kurang lebih hanya 3 (tiga) tahun.

Ya, kita harus optimis pandemik virus corona cepat berlalu. Optimisme bangsa Indonesia pun di akui dunia.

Hasil studi psikologi corona global berbentuk "survey opinion leaders and influencers global" oleh 100 Professor psikologi dunia diprakarsai Prof Dr. Pontus Leander dan Prof Dr. Dr. Jocelyn Belanger (Christianto Wibisono, 29/04/2020) menunjukkan masyarakat Indonesia cukup optimis realis, walau agak paranoid, akibat dampak pandemik COVID-19.

2 komentar: