Miris Pembukaan Sekolah Di Tengah Pandemik


Pandemik virus corona atau COVID-19 nyata adanya. Hingga kini di Indonesia tren orang terpapar atau terkonfirmasi positif belum menurun, justru terjadi peningkatan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Relaksasi atau pelonggaran PSBB disambut eforia oleh masyarakat, bukan new normal, bukan adaptasi kebiasaan baru, tetapi kembali normal seperti sebelum wabah melanda dunia. Tren terkonfirmasi harian masih meningkat.

Satu sisi, pemerintah telah mengizinkan pembukaan sekolah yang berada di zona hijau dan kuning diperbolehkan melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. Hal ini menanggapi keluhan sebagian orang tua atas penerapan sistem pembelajaran jarak jauh atau daring. Keterbatasan kuota dan akses internet menjadi penyebabnya. 


Selain itu, siswa dan guru yang tidak memiliki gawai pintar, metode guru yang kurang optimal dalam pembelajaran daring, serta peran orang tua pun tidak optimal dalam mendampingi anak selama pembelajaran jarak jauh. Apalagi bila kedua orang tuanya bekerja, praktis tidak ada pembimbing anak di rumah, hanya mengandalkan asisten rumah tangga, saudara atau anak yang lebih dewasa. Kemudian tidak semua mampu mendampingi anak belajar karena orang tua bekerja atau urusan rumah. Orang tua juga kesulitan memahami pelajaran dan memotivasi anak saat belajar di rumah.

Peningkatan Kasus Terkonfirmasi Positif COVID-19

Namun apa yang terjadi? tatap muka di sekolah baru saja diterapkan telah bermunculan klaster baru penyebaran virus corona. Tercatat 6 klaster penyebaran COVID-19 di sekolah berdasarkan catatan @LaporCOVID19 sebagaimana dilansir JawaPos.com (13/08/2020).

Pertama, klaster Sekolah Tulungagung. Dilaporkan siswa berumur 9 tahun warga Kecamatan Pagerwojo, tertular dari ayahnya yang reaktif dan telah menulari 5 siswa dan 2 guru.

Kedua, klaster Sekolah Kalimantan Barat (Kalbar). 14 siswa dan 8 guru di Provinsi Kalbar terkonfirmasi positif Covid-19, berasal dari SMA 1 Ketapang, SMA 1 Ngabang, SMA 1 Pontianak, SMPN 1 Pontianak, SMAN 2, dan SMAN 3.

Ketiga, klaster Sekolah Tegal. Siswa SD dari Kecamatan Pangkah, Tegal, tertular dari kakeknya dan potensial menulari guru dan teman sekelasnya yang sempat mengikuti KBM tatap muka di sekolah.

Keempat, klaster Sekolah Sumedang. Pelajar berusia 6 tahun Kecamatan Situraja dan pelajar umur 9 tahun dari Kecamatan Sumedang Utara tertular pedagang Pasar Situraja, saat perjalanan ke dan dari sekolah.

Kelima, klaster Sekolah Pati. Dilaporkan 26 santri Pondok Pesantren di Kajen, Kec Margoyoso, Pati dinyatakan positif COVID-19.

Keenam, klaster Sekolah Balikpapan. Dari seorang guru yang positif COVID-19 menulari 28 orang guru dan pegawai sekolah, di 1 SD dan 1 SMP, termasuk batita perempuan 2 tahun, per 6 Agustus 2020 kemudian menulari 17 orang.

Masih yakin menyekolahkan anaknya kembali ke sekolah? Dari klaster-klaster di atas membuktikan bahwa penyebaran atau penularan terjadi darimana saja. Dari orang tua atau keluarga siswa, dari guru-gurunya, bahkan terjadi penularan saat siswa dalam perjalanan ke dan dari sekolah. Interaksi sosial yang terjadi selama anak berangkat dari sekolah, di sekolah, dan pulangnya menjadi resiko penularan virus corona. Masih yakin kembali sekolah?

Ingat, kesehatan lebih penting dibandingkan tidak optimalnya sistem pendidikan jarak jauh! Jangan korbankan kesehatan anak dan keluarga karena hambatan-hambatan di atas! 

Gubernur Banten Wahidin Halim meminta kepala daerah di wilayahnya untuk mengkaji ulang kebijakan sekolah tatap muka di tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Walaupun kewenangan kabupaten/kota, namun permasalahannya tidak sederhana, perlu kajian mendalam. Hal ini menyikapi keputusan Wali Kota Serang Syafrudin untuk mulai membuka sekolah dengan kegiatan belajar-mengajar langsung secara tatap muka mulai Selasa, 18 Agustus 2020. 

"Jangan coba-coba, tunggu waktu sampai zona hijau yang kita anggap aman. Amati dulu, cermati dulu, pola pengajarannya. Siapa yang enggak pengin sekolah dibuka, sama saya juga," ujar Wahidin kepada wartawan di Pendopo Gubernur Banten, Serang, Selasa (18/8/2020). 

Sedangkan untuk SMA, SMK, dan SKh yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Banten belum merencakanan pembukaan sekolah karena perlindungan kesehatan anak di masa pandemik merupakan prioritas utama.

Data sebaran terkonfirmasi positif COVID-19 menunjukkan bahwa wilayah Tangerang Raya meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan per tanggal 18 Agustus 2020 telah berubah kembali menjadi zona oranye, padahal sehari sebelumnya merupakan zona kuning. Data ini dirilis oleh akun instagram resmi Pemerintah Provinnsi Banten @pemprov.banten.

Demikian pula yanng terjadi di Kota Serang. Status Kota Serang berubah dari zona kuning menjadi zona oranye yang berarti masuk kategori daerah dengan risiko penularan sedang per tanggal 18 Agustus 2020. Pergeseran status dari zona kuning ke zona oranye harus menjadi kewaspadaan bersama pemerintah daerah dan masyarakat.

Dalam keterangan juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Wiku Adisasmito (18/08/2020), terdapat 49 daerah dari risiko rendah menjadi risiko sedang. Jumlah daerah yang mengalami peningkatan risiko rendah ke sedang itu lebih banyak daripada daerah dengan penurunan risiko tinggi ke sedang yang hanya 18 kabupaten/kota.

Persetujuan Orang Tua Dan Tanggung Jawab Pemerintah

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan bahwa jika suatu kondisi wilayah yang berada di zona hijau COVID-19 makin memburuk akibat pelaksanaan pembelajaran tatap muka, maka kegiatan tersebut akan dihentikan.

Sebelumnya, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menilai keputusan Mendikbud menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning wajib memenuhi empat persetujuan.

Pertama, persetujuan dari pemerintah daerah (pemda) atau dinas pendidikan dan kebudayaan di wilayah zona hijau dan kuning.

Kedua, persetujuan kepala sekolah atau setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat.

Ketiga, adanya persetujuan wakil dari orang tua dan wali siswa yang tergabung dalam komite sekolah, meskipun kemudian sekolah sudah melakukan pembelajaran tatap muka.

Keempat, adanya persetujuan dari orang tua peserta didik.

Wahidin menyatakan bahwa sekolah memang penting untuk memerangi kebodohan dan mencerdaskan anak bangsa. Akan tetapi, dalam situasi pandemi seperti saat ini, semestinya orangtua lebih mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan anak.

Tidak ada artinya surat pernyataan yang berisi janji wali murid tidak akan menyalahkan sekolah dan pemerintah jika terjadi penularan Covid-19. Sebab, menurut Gubernur, jika ada masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19, penanganan kesehatan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah.

”Jadi, intinya, jangan korbankan anak untuk kelas tatap muka,” tutur Wahidin, dilansir kompas.id (19/08/2020).

Masyarakat kita masih sulit untuk disiplin. Kuncinya adalah disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam meminimalisir penyebaran virus corona. Disiplin jaga jarak, menggunakan masker dan sering-sering cuci tangan. 


(update 19/08/2020)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar