Mendagri: Tidak Ada Perda Bernuansa Islam Dihapus
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memastikan tidak ada
peraturan daerah (Perda) bernuansa syariat Islam yang masuk dalam
deregulasi 3.143 perda. Semua peraturan yang dibatalkan tersebut hanya
terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan.
“Misalnya,
Aceh mau terapkan syariat Islam di daerahnya, itu boleh. Namun
penerapan di sana, mau diterapkan juga di Jakarta, tentu tidak bisa,”
ujar dia. Tjahjo menambahkan, selama ini pemerintah tentu
mengikuti pertimbangan dan fatwa dari organisasi keagamaan seperti MUI.
Makanya dalam melakukan evaluasi dan pendalaman perda bermasalah yang
bernuansa Islam tentu ada klarifikasi serta penyelarasan dengan tokoh
agama.
Ia juga berjanji akan mempublikasikan ribuan perda
tersebut. Berdasarkan data yang ia peroleh, ada 2.227 perda provinsi
yang dibatalkan Kemendagri, lalu 306 perda yang secara mandiri dicabut
Kemendagri serta 610 perda yang dibatalkan kabupaten/kota dibatalkan
provinsi.
“Ini semua soal investasi. Kita ga urus perda yang
bernuansa syariat Islam. Ini untuk amankan paket kebijakan ekonomi
pemerintah,” ungkap Tjahjo. Permasalahan perda ini, kata dia
faktanya semakin diputarbalikan. Sebab, ia menerima ratusan sms yang
diterima ke telepon selularnya terkait penolakan pembatalan perda
bernuansa syariat Islam. Ia menganggap semua itu hanya tudingan belaka,
karena tidak ada niat dia mencabut perda itu.
Seperti halnya
kemarin saat Kemendagri ingin mengkaji Perda Kota Serang No. 2 Tahun
2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit
Masyarakat dengan mengundang Pemerintah Kota Serang, beserta Walikota
Tubagus Haerul Jaman.
“Sebab Perda ini memang menjadi kewenangan
kepala daerah. Kami tak membatalkan perda tersebut, namun hanya
menguatkan ketentuannya saja, apalagi terkait SOP Satpol PP,” ujar dia. Mendagri
mengatakan, dalam proses penertiban itu ada tahapannya, misal himbauan
dan penyuluhan terlebih dahulu. Bukannya langsung represif dengan
menyita makanan pemilik warung yang berjualan di siang hari saat
Ramadhan. Jangan sampai ada instruksi perda seperti itu.
“Selama
ini kan aman-aman saja. Perda itu harusnya memastikan agar orang yang
tak berpuasa hormati mereka yang puasa. Tegaskan soal pembatasan saja,
bukan menyita makanan dan menimbulkan heboh di masyarakat,” kata Tjahjo
menjelaskan. Masalahnya, kata dia tidak semua perda itu mendapat
asistensi dari pemerintah pusat dalam proses penyusunannya. Dalam
Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda, ada 6 jenis perda yang
sebelum disahkan dan berlaku di daerah harus mendapat persetujuan dari
pemerintah pusat.
Keenam peraturan itu terkait rancangan perda
APBD, tata ruang, pajak daerah, retribusi daerah, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah dan Panjang Daerah (RPJMD dan RPJPD). Selain itu,
peraturan kepala daerah lainnya juga tak pernah ada yang dilaporkan ke
pusat. “Ada sejumlah perda yang baru ketahuan bermasalah setelah ada kasus seperti ini,” ujar dia.
Daerah Harus Berkonsultasi ke Pusat Soal 6 Jenis Perda ini
Pemerintah daerah (pemda) diminta berkonsultasi ke Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) terkait 6 jenis rancangan peraturan daerah (perda)
sebelum regulasi tersebut berlaku. Ketentuan ini tertuang dalam
Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda.
Kepala Biro Hukum
Kemendagri, Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, keenam peraturan itu
terkait rancangan perda APBD, tata ruang, pajak daerah, retribusi
daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Daerah (RPJMD
dan RPJPD).
“Jadi sebelum diketuk palu pemerintah dan DPRD soal
perda tersebut, tanyakan dulu ke pemerintah. Selain itu, silahkan
langsung ketuk saja,” kata Sigit, Rabu (15/6). Ketentuan ini juga
berlaku untuk pemerintah kabupaten/kota. Pemda tingkat II ini harus
berkonsultasi dengan pemerintahan berjenjang di atasnya yakni provinsi.
Namun, ia menekankan sesuai dalam peraturan UU, hanya untuk enam
rancangan perda tersebut.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Tjahjo Kumolo juga mendorong agar daerah melakukan konsultasi
ke pemerintah pusat terkait rancangan perda mereka. Hal ini berkaitan
dengan razia represif Satpol PP di sebuah warung makan di Kota Serang. Dalam
razia, para petugas Satpol PP berpedoman pada Perda No. 2 Tahun 2010
tentang Pencegahan Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Kemarin, Kemendagri sendiri bersama Pemkot Serang telah melakukan
revisi terbatas perda tersebut.
“Sebaiknya memang perda itu
sebelum berlaku, konsultasikan dulu ke Kemendagri. Ada sejumlah perda
yang baru ketahuan bermasalah setelah ada kasus seperti ini,” ujar dia.
Sumber: www.kemendagri.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar